Gitar merupakan alat musik yang banyak digemari oleh kaum anak muda jaman sekarang, tapi kalian semua pasti pada belum tahu kalau di luaran sana terdapat para pemain gitar yang hebat. Berikut daftar pemain gitaris terhebat di dunia.
1. Jimi Hendrix (“Sang Dewa Gitar”)
Gitaris rock zaman kini yang mencari guru abadi atau sekadar melongok
puncak permainan hanya akan menemui satu orang: Jimi Hendrix.
Kepadanyalah, dan dari dia sajalah, segala teknik yang ada sekarang
dirujukkan. Simak pengakuan-pengakuan yang dipublikasikan majalah Guitar
(November 1997): “Dialah hal terbesar yang pernah kulihat,” kata Stevie
Ray Vaughn, . gitaris bluesyang tewas dalam kecelakaan helikopter pada
1990.
“Sependapat, Keith Richards, pemetik gitar The Rolling Stones,
menyatakan bahwa Stevie “memainkan ramuan materi yang sangat menarik”.
Dan Eric Clapton, salah seorang gitaris yang pada 1970-an dijuluki dewa
gitar, mengakui dengan Jimi-lah “aku akhirnya merasa bertemu orang lain
yang bisa kuajak bicara dan bermain”.
Fenomena itu sebenarnya paradoks dengan kenyataan bahwa Jimi sudah
tak ada lagi. Ia meninggal di Rumah Sakit St. Mary Abbot, London, karena
berlebihan menelan obat bius. Konon, ia sengaja mengakhiri hidupnya
sendiri (pesan-pesan dan pernyataan-pernyataannya sebelum itu, seperti
dikutip Q Encyclopedia of Rock Stars, antara lain, berupa: “Aku sudah
mati sejak lama.”)
Namun jika memperhatikan benar, Jimi-lah yang “menemukan” hampir
semua kemungkinan eksplorasi bermain gitar. Pada masanya, ketika
aksesoris sound masih sangat terbatas, ia sudah memainkan wah dan
distorsi secara sempurna — yang lalu menjadi fondasi rock “n roll di
masa-masa sesudahnya. Ia bahkan melengkapi diri dengan jurus-jurus
akrobatik, misalnya memetik senar dengan gigi.
Lahir pada 27 November 1942 di Seattle, Amerika Serikat, dengan nama
Johnny Allen Hendrix, Jimi menaruh perhatian pada musik, khususnya
gitar, sejak kecil. Jagoan gitar pada masa-masa itu, seperti B.B. King,
Muddy Waters, Buddy Holly, dan Robert Johnson, menjadi idolanya. Gitar
pertama, jenis akustik, diperolehnya dari ayahnya pada musim panas 1958.
Dengan modal itu ia bergabung dengan The Velvetones. Dan sejak itu
jalan hidupnya seperti sudah digariskan.
Dengan The Velvetones Jimi hanya ikutan tiga bulan. Pada musim panas
berikutnya, berbekal gitar listrik baru yang diperolehnya, lagi-lagi,
dari ayahnya, Jimi bergabung dengan The Rocking Kings. Sesudah itu Jimi
sempat mengikuti wajib militer, dan membentuk band di barak, tapi tak
lama. Cedera menyebabkannya diberhentikan dari dinas. Perubahan besar
terjadi ketika, sebagai gitaris pocokan yang sudah kenyang bermain
dengan bermacam artis, pada 1966, ia bertemu Chas Chandler, pembetot bas
Animals — band yang punya hit The House of the Rising Sun.
Chas, yang memutuskan keluar dari Animals dan memilih pekerjaan baru
sebagai manajer, membawa Jimi ke Inggris. Di sana Chas mempertemukan
Jimi dengan Mitch Mitchell, dramer, dan Noel Redding, pemain gitar yang
diminta membetot bas. Bersama mereka berdua, Jimi lalu membentuk Jimi
Hendrix Experience.
Experience cepat melambung. Single pertamanya, Hey Joe, sempat 10
minggu ngendon di tangga lagu-lagu Inggris, mencapai posisi tertinggi
keenam pada awal 1967. Sukses ini segera disusul album Are You
Experience?. Inilah rekaman yang disebut-sebut sebagai kompilasi baru
musik yang sama sekali radikal; album yang menyuarakan semangat generasi
pada masa itu.
Tapi popularitas di negeri sendiri baru diperoleh ketika Jimi
berkesempatan manggung di Monterey International Pop Festival, County
Fairground, Monterey, Kalifornia, pada 1967. Di sinilah Jimi memamerkan
aksi teatrikal yang fenomenal: membakar dan menghancurkan gitarnya.
Bendera karier Jimi terkerek tinggi-tinggi sejak itu. Berturut-turut,
dalam waktu kurang dari setahun, antara 1968-1969, bersama Mitch dan
Noel, ia merilis Axis: Bold as Love dan album ganda Electric Ladyland.
Pada album yang disebut terakhir Jimi, yang akhirnya memiliki studio
sendiri, mengerahkan seluruh kemampuannya sebagai gitaris maupun sebagai
operator-sound engineer. Sukses besar. Tapi korban tak terhindarkan:
Experience bubar.
Jimi memang tak lalu ikut tenggelam. Ia bahkan masih sempat
meramaikan festival band yang hingga kini tak terlupakan dalam sejarah
musik rock: Woodstock Music & Art Fair. Waktu itu tahun 1969. Jimi,
yang tampil bersama Gypsy Sons & Rainbows (antara lain diperkuat
Mitch), mengantongi bayaran 125 ribu dolar Amerika Serikat, tertinggi di
antara para artis lain.
Sebuah bayaran yang pantas, tapi, rupanya, itulah penampilan akbar
terakhir bagi Jimi. Setahun kemudian ia lebih memilih meninggalkan
semuanya, selama-lamanya. Secara fisik, sih. Soalnya, pengaruh Jimi
justru tetap hidup hingga kini.
2. Joe Satriani
Joe Satriani, pertama kali belajar gitar pada saat berumur 14 tahun.
Pada umur 15 tahun, Joe sudah mengajar gitar (selama 3 tahun) kepada
beberapa muridnya yang antara lain adalah Steve Vai, Kirk Hammet
(Metallica) dan Larry LaLonde (Primus). Dapat dibayangkan betapa
tekunnya dan cepatnya Joe mendalami permainan gitarnya.
Sambil mengajar di Second Hand Guitar, Berklee, Joe merilis albumnya
yang pertama tahun 1986 yang berjudul Not Of This Earth. Tahun
berikutnya, Surfing With The Alien dirilis dan mendapatkan gold dan
platinum sales. Tahun 1989 Surfing in a Blue Dream pun dirilis dan
mencapai angka 750.000 keping untuk penjualannya dan masuk ke nominasi
Grammy Awards. Tahun 1992 The Extremist dirilis yang juga masuk nominasi
Grammy Awards dan mencapai peringkat 24 di Billboard chart.
Tahun berikutnya, Time Machine (dobel CD) dirilis. Di tahun 1995
album yang berjudul Joe Satriani dirilis dan lagu My World masuk
nominasi Grammy Awards. Tahun 1998 Joe merilis albumnya yang ke delapan
berjudul Crystal Planet.
Di tahun 2000 Joe merilis album Engines Of Creation. Di album ini Joe
melakukan eksperimen dengan rekaman menggunakan rhytm-rhytm yang dibuat
di komputer. Tahun 2001 Joe merilis album live nya Live in San
Fransisco.
Selain merilis album solonya, Joe Satriani juga merupakan penggagas
diadakannya G3. Bersama Steve Vai, Joe sudah beberapa kali mengadakan
konser G3 dengan dewa gitar lainnya seperti Eric Johnson (1996), Adrian
Leggs, Kenny Wayne Shepherd dan Robert Fripp (1997), Michael Schenker
dan Uli John Roth dengan Brian May sebagai Guest Star untuk show di
London dan Patrick Rondat di Perancis (1998) dan John Petrucci (2001).
Joe Satriani juga berpartisipasi dalam proyek Merry Axemas-nya Steve
Vai dan memainkan satu lagu Silent Night yang di aransemen ulang dan
juga pernah mengisi posisi gitar untuk Deep Purple di tahun 1990-an.
3. Steve Vai (“Dewa gitar yang flamboyan dan serba bisa”)
Siapa yang tidak kenal dengan dewa gitar yang satu ini? Permainannya
mulai dari blues, jazz, rock sampai klasik dan ethnic music. Permainan
gitarnya pun tidak terbatas pada komunitas gitar saja tetapi juga bagi
orang-orang awam yang tidak mendalami gitar.
Pada umur 6 tahun, Steve mulai belajar piano. Pada umur 10 tahun,
Steve mulai belajar bermain akordeon. Pada umur 13 tahun barulah Steve
mulai mendalami gitar dan sejak saat itu lahirlah seorang dewa gitar
yang baru.
Steve Vai mengawali karirnya dengan album debutnya Flex-Able
Leftovers pada tahun 1984. Pada tahun 1990, Steve merilis album keduanya
yang berjudul Passion and Warfare.Album ini mendapat pengakuan
internasional dan Steve memenangkan polling pembaca majalah Guitar
Player dalam 4 kategori yang berbeda.
Album Steve yang ketiga berjudul Sex & Religion dirilis tahun
1993 dan album keempatnya Alien Love Secrets dirilis tahun 1995. Pada
tahun 1996 album kelima Steve Fire Garden dirilis.
Tahun 1999, Steve meluncurkan album keenamnya yang berjudul Ultra
Zone. Dalam album ini Steve lebih banyak memfokuskan dirinya dalam
komposisi lagu dan bereksperimen dengan gitarnya.
Tahun 2001 album The Seventh Song dirilis dan album ini berisi
lagu-lagu slow/ballad yang pernah dirilis Steve dengan ditambah beberapa
lagu baru. Dan di tahun 2001 Alive in an Ultra World pun dirilis.
Steve Vai juga pernah memproduksi 2 album Natal yang berjudul Merry
Axemas Vol.1 dan Merry Axemas Vol.2, juga konser G3 bersama Joe Satriani
dan Eric Johnson/Kenny Wayne Shepherd dan terakhir John Petrucci turut
juga bergabung dalam G3.
Belakangan ini Steve Vai lebih memfokuskan diri bereksperimen pada
permainan gitarnya dan sekarang ini band Steve Vai ditambah seorang
pemain bass yang sudah tidak asing lagi buat fans-fans rock tahun 80-an,
Billy Sheehan. Belum pasti kapan album barunya akan beredar, kita
tunggu saja… liberty and justice for all!
4. John Petrucci (“Salah satu gitaris progressive yang paling popular”)
John besar di Long Island, tepatnya di King park, dimana dia, john
myung & Kevin moore bersekolah bersama. John mulai Belajar gitar
ketika masih berumur 12 tahun (sebelumnya dia pernah belajar ketika
berumur 8 tahun tetapi menyerah ketika Dia melihat kakak perempuannya
harus begadang tiap malam belajar main organ. Dia tidak merencanakan
untuk menjadi seperti Itu, Dia belajar gitar sepulang sekolah dan
akhirnya dia menjadi tidak tertarik lagi).
Namun dia mulai banyak terpengaruh Oleh permainan gitar dari gitaris
semacam Yngwie Malmsteen, Randy Rhoads, Iron Maiden, Steve Ray Vaughn,
dan grup besar Semacam Yes, Rush, Dixie dregs dan lain lain dia mulai
bertekad untuk mencapai level permainan seperti mereka.
Sebagaimana kemunculan musik trash metal yang membuat John tertarik,
maka John juga memperluas influence nya dengan Mendengarkan Metallica
& Queensryche. John merasa membutuhkan tantangan yang lebih dalam
tehnik guitar oleh karena itu Dia banyak mengadaptasi hammering speed
& melodic style dari gitaris-gitaris seperti Steves (Steve Morse
& Steve Vai), The Als (Allan Holdsworth & Al Dimeola) Mike
Stern, Joe Satriani, Neal Schon & Eddie Van Halen.
Pendidikan musiknya dimulai dengan berbagai kelas teori musik yang
dia ambil ketika high school. Dia belajar secara otodidak, tetapi dia
sempat menerima beberapa pelajaran gitar yang dia ambil ketika dia masuk
ke Berklee College of Music di Boston, dimana dia Mempelajari komposisi
jazz dan harmoni.
Ketika di Berklee John Petrucci dan John Myung yang juga belajar di
berklee bertemu dengan Mike Portnoy, dan mereka mulai membuat band yang
diberi nama Majesty yang nantinya kemudian berganti nama menjadi Dream
Theater. John sudah merekam 7 album dengan Dream Theater, dan dia juga
banyak terlibat dengan beberapa proyek sampingan seperti Liquid Tension
Experiment Dengan Tony Levin, Age of Impact, dan bahkan game Sega Saturn
yang disebut Necronomicon, dan juga terakhir dia terlibat dalam proyek
G3 Bersama Joe Satriani dan Steve Vai. Kecintaan dia pada menulis lirik
dikombinasikan dengan gaya komposisi yang unik dari progressive fusion
Mengasah bentuk musik dari Dream Theater.
John tinggal bersama istrinya Rena, dan 3 anaknya SamiJO, Reny, dan
Kiara di New York. Ketika dia tidak bermain gitar dia banyak
menghabiskan Waktunya dengan istri dan anak-anaknya dengan bermain
skating, bersepeda, berolahraga dan menontong film.
John sedang merencanakan membuat solo albumnya yang pertama.
Lagu-lagu barunya yang dia mainkan ketika bersama G3 juga akan ada di
solo album tersebut. Jaws of Life (sebelumnya I.B.S.), Damage Control
and Glasgow Kiss. Dia melibatkan beberapa musisi seperti Dave LaRue pada
bass, Dave DiCenso dan Tony Verderosa pada drum.
5. Yngwie Malmsteen (“Pahlawan dan pelopor gitaris shredder sedunia dari Swedia”)
Yngwie Malmsteen merupakan pelopor yang melahirkan seluruh gitaris
shredder yang kami tampilkan di website ini. Setelah Eddie Van Halen
(Van Halen) pertama kali membawakan tembang “Eruption” pada tahun 1978
yang memperkenalkan teknik “two handed tapping”, Yngwie meluncurkan
album klasik baroque shred debutnya “Rising Force” yang mengegerkan
komunitas gitar rock, menciptakan standar baru untuk kecepatan &
keahlian dalam bermain. Warna “Neo-Classical” yang di bawahkan Yngwie
adalah berdasarkan struktur komposisi dari J.S Bach (1685-1750) dan
Niccolo Paganini (1782-1840).
Setelah itu muncul para gitaris shredder yang menghasilkan sekian
banyak album yang sukses. Hampir setiap minggu muncul gitaris baru yang
mengklaim dirinya sebagai gitaris baru yang paling cepat di dunia.
Sebagai contoh: Paul Gilbert, Marty Friedman, Jason Becker, Richie
Kotzen, Vinnie Moore, Tony Macalpine, Greg Howe, dll. Tidak bisa
dipungkiri lagi bahwa Yngwie merupakan pahlawan gitar yang patut
diacungi jempol.
Pernikahan ayah Yngwie (seorang kapten tentara) dan ibunya (Rigmor –
seniman) diakhiri dengan penceraian tidak lama setelah Yngwie lahir. Di
samping itu Yngwie juga memiliki seorang kakak perempuan bernama Ann
Louise dan kakak lelaki Bjorn. Yngwie terlahir sebagai anak bungsu yang
liar, tidak bisa diatur dan ceria.
Pada awalnya Yngwie mencoba untuk mempelajari piano dan trumpet
tetapi ia tidak dapat menguasai alat musik tersebut. Acoustic guitar
(gitar bolong) yang dibeli oleh ibunya pada waktu dia berusia 5 tahun
juga tidak disentuh Yngwie dan dibiarkan bergelantung di dinding.
Sampai akhirnya pada tgl 18 September 1970, Yngwie melihat sebuah
acara spesial mengenai meninggalnya Jimi Hendrix. Di situ Yngwie yang
masih 17 tahun tsb menyaksikan bagaimana Jimi Hendrix menghasilkan bunyi
feedback guitar dan membakar gitarnya di depan penonton. Pada hari
wafatnya Jimi Hendrix tsb lahirlah permainan gitar Yngwie.
Yngwie yang penasaran tersebut kemudian membeli sebuah Fender
Stratocaster murah, mencoba memainkan tembangnya Deep Purple dan
menghabiskan banyak waktu untuk mengetahui rahasia dari alat instrumen
dan musiknya sendiri. Kekaguman Yngwie terhadap Ritchie Blackmore
(gitaris Deep Purple) yang dipengaruhi oleh musik klasik dan kekaguman
terhadap kakak perempuannya yang sering memainkan komposisi Bach,
Vivaldi, Beethoven, dan Mozart, memberikan ide kepada Yngwie untuk
menggabungkan musik klasik tersebut dengan musik rock. Yngwie terus
bermain seharian penuh sampai tidurpun dia masih tetap bersama gitarnya.
Pada usia 10 tahun, Yngwie menggunakan nama kecil dari ibunya
“Malmsteen”, mengfokuskan seluruh energi dia dan berhenti bersekolah. Di
sekolah Yngwie dikenal sebagai pembuat onar dan sering berantem, tetapi
pintar dalam pelajaran bahasa Inggris dan seni. Ibunya yang menyadari
bakat musiknya yang unik, mengizinkan Yngwie tinggal di rumah dengan
rekaman dan gitarnya. Setelah menyaksikan violinis Gideon Kremer
membawakan komposisi Paganini: 24 Caprices di televisi, Yngwie akhirnya
mengetahui bagaimana cara mengawinkan musik klasik dengan skill
permainan dan karismanya.
Yngwie dan beberapa temannya merekam 3 lagu demo dan dikirim ke
studio rekaman CBS Swedia, tetapi rekaman tersebut tidak pernah digubris
atau diedarkan. Oleh karena frustasinya, Yngwie menyadari bahwa dia
harus meninggalkan Swedia dan mulai mengirimkan demo rekaman dia ke
berbagai studio rekaman di luar negeri. Salah satu dari demo tape Yngwie
ternyata jatuh ke tangan konstributor Guitar Player dan pemilik
Shrapnel Records: Mike Varney. Akhirnya Yngwie mendapat undangan ke Los
Angeles untuk bergabung dengan band terbaru Shrapnel: “Steeler” dan
seterusnya yang disebut sebagai sejarahnya. Pada bulan February 1983
Yngwie berangkat dari Swedia ke Los Angeles dengan bekal keahlian dan
gaya permainan barunya.
Selanjutnya permainan Yngwie dikenal dunia dengan permainannya yang
sangat cepat di intro lagu “Hot On Your Heels”. Yngwie kemudian pindah
ke group band Alcatrazz, sebuah band yang bergaya “Rainbow” dan
didirikan oleh penyanyi Graham Bonnett. Walaupun telah bergabung dengan
Alcatrazz yang menampilkan sekian banyak solo hebat di lagu “Kree
Nakoorie”, “Jet to Jet,” dan “Hiroshima Mon Amour”, Yngwie masih merasa
terlalu dibatasi oleh band itu sendiri. Akhirnya Yngwie berpikir bahwa
hanya album sololah yang menjadi solusi terbaik.
Album solo pertama Yngwie: Rising Force (kini dinobatkan sebagai
kitab musik rock Neo-Classical) berhasil memasuki nomor 60 di tangga
Billboard charts untuk musik instrumental gitar tanpa berbau komersil.
Album ini juga memenangkan nominasi Grammy untuk Instrumental Rock
Terbaik. Tidak lama kemudian Yngwie terpilih sebagai Gitaris Pendatang
Baru Terbaik di berbagai majalah dan media, Gitaris Terbaik Tahun Itu,
dan Rising Force menjadi Album Terbaik untuk tahun itu juga.
Pada 22 June 1987 mendekati ultah Yngwie yang ke-24, Yngwie mengalami
kecelakaan dengan mobil Jaguarnya yang mengakibatkan dia koma hampir
seminggu. Penyumbatan darah pada otak Yngwie juga menyebabkan tangan
kanannya tidak berfungsi. Karena takut akan karirnya yang akan berakhir
itu, Yngwie dengan susah payah mengikuti terapi untuk memulihkan kembali
tangan kanannya. Setelah itu Yngwie mendapat cobaan lagi dari kematian
ibunya di Swedia akibat penyakit kanker yang menghabiskan banyak biaya
medical. Jika Yngwie orang lain, mungkin sudah menyerah dengan nasib
seperti itu, tetapi Yngwie justru berubah dan kembali ke musiknya dengan
semangat tinggi.
Setelah itu Yngwie meluncurkan album yang laris manis seperti
Odyssey, Eclipse, Fire & Ice, Seventh Sign, I Can’t Wait, Magnum
Opus, Inspiration, Facing the Animal, Alchemy, War To End All Wars dan
akhirnya Yngwie berhasil mewujudkan cita-citanya untuk bermain bersama
sebuah Orkestra penuh di salah satu album terbarunya: Concerto Suite for
Electric Guitar and Orchestra in Eb minor, Op. 1 (tahun 1998).
Ketika merelease albumnya Eclipse (1990), Yngwie sempat tour dan
membuat konser yang sukses di Indonesia (Jakarta, Solo, & Surabaya).
Rencananya pada bulan July 2001 ini Yngwie juga akan konser kembali di
Indonesia, namun dibatalkan karena pemerintah USA & istrinya
menasehati Yngwie akan keamanan politik di Indonesia. Padahal tiket
Yngwie sudah sempat laku keras di Indonesia, penggemar Yngwie di
Indonesia boleh kecewa. Kapan lagi Yngwie akan konser di Indonesia
apabila keadaan politik Indonesia masih seperti ini?
Album-album berikutnya adalah Attack!! yang memuat nomor hits
instrumental Baroque & Roll. Pada tahun 2003, Yngwie diajak
bergabung dalam formasi G3 bersama Joe Satriani dan Steve Vai yang
menelurkan 1 album dan 1 video. Setelah selesai tur bersama G3, ia
merampungkan album terbarunya Unleash The Fury. Album tersebut direlease
diawal taun 2005.
6. Paul Gilbert (“Salah satu dewa gitar dengan permainan paling cepat dan bersih”)
Paul Gilbert merupakan salah satu dewa gitar seperti halnya Steve
Vai, Yngwie, John Petrucci lainnya. Sebelumnya Paul dikenal melalui
group bandnya Mr.Big, rekaman Mr.Big yang laku keras turut membesarkan
nama Paul di dunia musik rock.
Paul sendiri sudah cukup mengegerkan dunia gitaris pada tahun 86-87
sebagai pemain gitar tercepat di dunia ketika Paul masih bergabung
dengan group band Racer X. Teknik permainannya telah sempurna saat ia
baru menginjak 17 tahun itu.
Pada usia 5 tahun (1971) Paul sudah mulai mempelajari gitarnya, 10
tahun berikutnya (1981) Paul coba mengirim demo rekamannya ke produser
Mike Varney dan di luar dugaanya Mike sangat mengagumi permainannya di
samping Tony Macalpine.
Pada tahun 1984 Paul pindah ke LA dan melanjutkan sekolah gitarnya ke
GIT (Guitar Institute of Technology) dan kini telah menjadi instruktur
sekolah gitar bergengsi ini.
Pada tahun 1986 dia bergabung dengan band pertamanya Racer X dengan
album debutnya “Street Lethal “, kemudian “Second Heat” (1987) &
“Live! Extreme Volume” (1988).
Pada tahun 1989 Paul meninggalkan Racer X dan bergabung dengan group
band MR.BIG dengan pemain bass yang disegani “Billy Sheehan”, vocalis
Eric Martin dan drummer Pat Torpey.
Mereka meluncurkan album pertamanya “MR.BIG” dan MR.BIG tampil untuk pertama kalinya di Jepang pada bulan Oktober.
Selanjutnya Paul meluncurkan album berikutnya: “Live! Raw Like Sushi”
(1990), “Mr Big – Lean into it” (1991), “Mr.Big – San Francisco Live”
(1992), “Racer X – Live Extreme Volume 2? (1992), “Mr.Big – Bump Ahead”
(1993), “Mr.Big – Live! Raw Like Sushi 2? (1994), “HEY MAN” & ” The
best of MR.BIG” (1996), “Hard Rock Cafe”, ” Live At Budokan ” & solo
” King of Club” (1997).
Lagu “To Be With You” (dari Album “Lean Into It”) menduduki posisi pertama di majalah Billborad USA selama 3 minggu.
Pada tahun 1998 Paul tampil pertama kali di Jepang dengan solo
albumnya. Paul meluncurkan album solo “Flying Dog”. Tahun 1999 Paul
kembali ke Jepang dan meluncurkan album solo kedua “Beehive Live” dan
album ketiga Racer X “Technical Difficulties”.
Tahun 2003 album Burning Organ dirilis, kali ini masuk ke label
Indonesia dibawah naungan Staria Enterprise. Namun album berikutnya,
Acoustic Samurai tidak lagi di Staria, melainkan berpindah ke label
Variant Music. Kemudian Paul menggelar promo tur album “Spaceship One”
hingga ke Indonesia. Hal ini disambut antusias oleh
penggemar-penggemarnya, pasalnya banyak artis asal Amerika yang menarik
diri karena takut disweeping oleh pihak-pihak tertentu.
7. Nuno Bettencourt (“Dewa gitar yang mempelopori warna Funky Metal”)
Nuno Bettencourt merupakan gitaris rock yang terbaik dalam permainan
ritemnya. Beberapa gitaris lain yang dapat menandingi permainan ritemnya
dapat terhitung misalnya: John Petrucci, Darren Housholder dan beberapa
pemain funk metal lainnya.
Kekreatifan Nuno dalam menciptakan teknik permainan baru telah
dikenal sejak album pertama dan kedua group bandnya Extreme yaitu:
“Extreme” dan “Pornograffitti”. Tidak heran Nuno dinobatkan menjadi
“Best New Talent” (pendatang baru terbaik) begitu Extreme meluncurkan
album keduanya “Pornograffitti”.
Sesuai dengan perkataan Nuno sendiri di interview-interviewnya bahwa
cita-cita Nuno adalah menulis album berwarna funk seperti Pearl Jam,
Nirvana dan sejenisnya. Oleh karena itu jika Anda ingin mendengarkan
kepiawaian Nuno sebagai shredder, maka kami rekomendasikan Anda
mendengarkan album Extreme: “Pornograffitti”.
Album pertama “Extreme” dan album ketiga “Three Side Story” juga
tidak kalah bagusnya. Justru album solo Nuno sendiri dan band barunya
Mourning Widows, tidak menampilkan skill dari permainan Nuno sendiri.
Bubarnya Extreme cukup mengecewakan penggemar Nuno.
Pada tahun 1982 Nuno pertama kalinya bertemu dengan vokalis Extreme:
Gary Cherone. Ini merupakan awal dari band Extreme tsb. 2 tahun kemudian
(1984) Nuno meninggalkan sekolahnya dan konsentrasi dalam melatih
permainan gitarnya. Nuno melihat drummer Extreme: Mike Mangini di sebuah
club di dalam band tribute Van Halen, ketika band-band lain sedang
istirahat, Mike memainkan solo drum yang luar biasa.
1985 Nuno bertemu dengan bassist Extreme: Pat Badger yang bekerja di
toko gitar Jim Mouradian di Winchester di mana Nuno selalu memodifikasi
gitarnya di sana. Nama band mereka pertama kali dinamakan “The Dream”
sebelum menggunakan nama “Extreme” dan menghasilkan lagu “Mutha” yang
berhasil menerobos jajaran lagu di MTV. Tak lama kemudian nama band
mereka diganti menjadi “Extreme” dan tampil di Festival Mare de Agosto
(Santa Maria) pada tahun 1986.
Pada tahun 1987 Extreme memenangkan “Outstanding Hard Rock Act” pada
tahun pertama Boston Music Awards. Mereka juga memenangkan kontes MTV
video, yang ditonton juga oleh perusahaan rekaman A&M A&R scout.
Pada bulan September mereka mendapat kabar baik dari A&M record
untuk mulai rekaman.
Pada tahun 1989 mereka kembali disebut sebagai “Rising Star” di
Boston Music Awards. Tak lama kemudian album debut mereka direlease,
tetapi tidak banyak mendapat perhatian selain menjadi album terlaris
minggu pertama di Boston, mencapai urutan ke 80 di US chart dan terjual
300.000 copy. “Kid Ego” menjadi single pertama mereka dan kemudian
“Little Girls” dan Mutha (Don’t Wanna Go To School Today).
Guitar Magazines menobatkan Nuno sebagai “the next Eddie Van Halen”!
Extreme tour ke Amerika Utara dan Jepang. Lagu “Play With Me” menjadi
soundtrack film “Bill and Ted’s Excellent Adventure”. Kemudian Nuno
mengisi ritem gitar di lagu Janet Jackson “Black Cat”.
Pada tahun 1990 Extreme merekam album keduanya “Pornograffitti” di
Scream Studio (LA). Guitar magazine memberikan 6 halaman khusus untuk
Nuno. Lagu Decadence Dance, Get The Funk Out direlease, tetapi tidak
banyak yang terjadi.
Pada bulan Desember perusahaan gitar Washburn membuatkan gitar N4
Nuno Bettencourt Signature Series, sampai saat ini N4 membuktikan
kerberhasilan penjualan gitar Nuno.
Awal kesuksesan Nuno terjadi pada bulan June 1991 ketika lagu “More
Than Word” menjadi hit nomor 1 di USA dan luar negeri termasuk Israel,
Belanda, dll. Nuno juga mengisi dan menjadi cover untuk video Hot
Guitarist Video Magazine Premiere Volume (December “92).
Pada bulan Oktober Nuno terpilih sebagai Rocker Terseksi di majalah
Playgirl dan juga memenangkan “Top of the Rock”, “Songwriter of the
Year”, “Solo of the Year” (Flight of the Wounded Bumblebee), dan “Guitar
LP of the Year” di majalah gitar “Guitar For The Practicing Musician”
Selanjutnya Extreme merelease album-album berikutnya: “III Sides”,
“Waiting For The Punchline” dan kemudian meninggalkan Extreme, merelease
album solonya dan membentuk band barunya “Mourning Widows”.
Penggemar shredder boleh kecewa dengan keluarnya Nuno dari Extreme
karena album-album berikutnya Nuno semuanya berwarna funk murni, tidak
terdengar lagi permainan gitar yang menampilkan skill dari Nuno.
8. Eddie van Halen (“Pelopor teknik two handed tapping”)
Sebelum era permainan gitar shredd dipopulerkan oleh Yngwie Malmsteen
pada tahun 1984, 6 tahun sebelumnya Eddie Van Halen telah lebih dulu
sukses menggemparkan dunia musik. Teknik two handed tapping atau yang
biasa disebut tapping saja telah berhasil secara mutlak meracuni lebih
dari separuh gitaris rock yang ada di Amerika. Bukan hanya teknik
tapping saja, ia juga mempopulerkan gaya permainan gitar hard rock yang
sangat berbeda dari kebanyakan gitaris rock yang cukup kental permainan
bluesnya. Solo gitarnya di tembang Eruption yang terdapat dalam album
debut grupnya Van Halen secara mengejutkan menjadi perbincangan utama
gitaris-gitaris rock dimasa itu.
Eddie Van Halen atau biasa disebut dengan panggilan singkat EVH,
merupakan seorang imigran dari Belanda. Ia dan keluarganya pindah ke
Amerika sekitar tahun 60an. Awalnya lebih dulu mempelajari piano dan
kemudian sedikit konsentrasi di drum. Sedangkan kakaknya, Alex Van Halen
malah mempelajari gitar.
Diam-diam mereka berdua saling mencuri kesempatan mempelajari
instrumen yang bukan miliknya. Alex belajar drum, EVH belajar gitar.
Ternyata malah keduanya sepakat bertukar alat musik. Jadilah kemudian
EVH menekuni gitar.
Pada saat mulai belajar gitar, ia cukup terpengaruh dengan permainan
dari Eric Clapton dan Jimmy Page. Kemudian mereka membentuk band bernama
Mammoth yang akhirnya berganti menjadi Van Halen dengan masuknya
Michael Anthony pada bass, dan David Lee Roth pada vocal. Band ini
terbentuk secara resmi tahun 1974.
Album Van Halen yang dirilis tahun 1978 berhasil menembus charts
Billboard sampai posisi 15 dan berhasil terjual sebanyak 2 juta keping
yang salah satu menjadi penyebabnya adalah solo gitar EVH di lagu
instrumental, Eruption.
Nama Eddie Van Halen langsung berkibar karena ia berhasil
mempopulerkan teknik tapping. Meski kontribusi dari David Lee Roth
sebagai vocalis yang atraktif dan fenomenal juga tak bisa dipandang
sebelah mata, namun bisa dibilang nama EVH lebih menjual. Namanya
menjadi perbincangan dan berkali-kali meraih penghargaan sebagai
Guitarist of The Year oleh majalah-majalah.
Selain teknik tapping yang menjadi trademarknya, EVH juga dikenal
dengan senyumnya yang selalu ia tampilkan dalam segala kondisi. Tak
heran gitaris-gitaris muda di Amerika begitu menghormatinya. EVH
kemudian membuat penampilan gitar Fender Stratocasternya menjadi
berbeda. Body berwarna merah dengan garis-garis putih menjadi salah satu
nilai jualnya.
Album berikutnya dimasa David Lee Roth menjadi vocalis yang dirilis
adalah Van Halen II (1979) dan Woman and Children First (1980), Fair
Warning (1981), Diver Down (1982), dan sebuah album yang merupakan salah
satu album masterpiece dari Van Halen yaitu 1984 yang dirilis tahun
1984.
Di album 1984, EVH menampilkan permainan keyboard yang menawan.
Malahan masyarakat awam lebih mengenal suara dan permainan keyboardnya
di lagu Jump ketimbang teknik-teknik gitarnya. Lagu Jump berhasil
menjadi juara 1 di charts Billboard.
Pada tahun 1983, sebelum album 1984 dirilis. EVH sempat bekerjasama
dengan King of Pop, Michael Jackson. EVH ikut serta dalam proyek album
Thriller yang nantinya terjual lebih dari 20 juta copy. Ia memoles lagu
yang berjudul Beat It menjadi sedikit berwarna rock dan dance. Tak lupa
juga EVH menampilkan solo gitar dan teknik tappingnya yang merajalela di
lagu tersebut. Munculnya EVH di lagu tersebut mendapat respon yang luar
biasa dengan perolehan menduduki puncak charts Billboard selama
berminggu-minggu.
Tahun 1986 Van Halen mengalami perubahan formasi dengan mundurnya
David Lee Roth dan digantikan oleh Sammy Haggar. Meskipun begitu, EVH
tetap mampu menampilkan permainan-permainan gitar terbaiknya.
Album-album berikutnya seperti 5150 (1986), OU812 (1988), For
Unlwaful Carnal Knowledge (1991), dan Balance (1995) masih cukup mampu
memperpanjang nafas Van Halen dalam dunia rekaman. Tak lama kemudian
kembali Van Halen berganti vocalis dengan masuknya Gary Cherone (ex
Extreme).
Van Halen semasa Gary Cherone oleh banyak pihak dianggap sebagai era
terburuk dengan ditandai kurang suksesnya album Van Halen III (1998).
Tahun 2001 EVH terkena kanker mulut, ia terpaksa absen selama sekitar 2
tahun untuk proses penyembuhan.
9. Michael Schenker (“Salah Satu Pelopor Gitar Hero di Jerman”)
Jika diadakan polling mengenai “10 gitaris terbaik Jerman sepanjang
masa”, saya yakin kalau nama Michael Schenker akan termasuk salah satu
diantaranya. Bahkan kalaupun disuruh memilih 5 saja, saya tetap yakin
namanya akan tetap masuk. Tidak aneh bila melihat sepak terjangnya
mengangkat nama Jerman sebagai negara yang memiliki gitaris kelas satu
dan mampu bersaing dengan gitaris handal dari Inggris dan Amerika.
Michael dan saudaranya, Rudolf memiliki hobi yang sama, yaitu bermain
gitar. Michael mendapat inspirasi dalam bermusik dari 2 grup band yang
cukup populer di masa itu, Wishbone Ash dan Mountain. Ia juga sempat
bekerja sambilan sebagai transcriber lagu.
Tahun 70-an awal, Michael bergabung dengan band milik Rudolf, The
Scorpions. Kebetulan permainan Michael cukup menonjol, namun saat band
ini merilis album debutnya, Lonesome Crow pada tahun 1972 album itu
kurang mendapat respon yang positif. Satu hal yang perlu dicatat, saat
itu usia Michael baru 17 tahun.
Setelah mengikuti tur promo bersama Scorpions, band lain bernama UFO
tertarik dengan talentanya. Kemudian Michael meninggalkan Scorpions dan
bergabung dengan UFO yang baru saja ditinggal gitarisnya, Michael Bolton
(tapi bukan Michael Bolton penyanyi).
Bersama UFO, Michael sempat merilis beberapa album, diantaranya
Phenomenon (1974), Force It (1975), No Heavy Petting (1976), Lights Out
(1977), Obsession (1978). Pada era Michael Schenker inilah nama UFO bisa
berkibar dan mendapat pendengar yang lebih luas sampai ke pasar
Amerika.
Permainan gitarnya menunjukkannya sebagai seorang musisi yang
berpengaruh. Ia juga terkenal dengan sosoknya yang menenteng Gibson
Flying-V dengan body yang dimodif pada bagian catnya, setengah hitam,
setengah putih.
Akan tetapi setelah album merilis album Obsession, Michael
dikeluarkan dari UFO karena kecanduan alkohol dan kembali ke Scorpions.
Ia menggantikan Uli John Roth yang sebelumnya menggantikan posisinya
saat ia keluar dari Scorpions dulu.
Sekembalinya ke Scorpions, ia ikut merilis album Lovedrive pada tahun
1979. Namun sayang, ketika sedang menjalani tur pertamanya di Amerika,
Michael lagi-lagi absen hadir karena kecanduan alkohol. Album tersebut
tidak diterima di Amerika terutama karena masalah cover albumnya.
Michael pun digantikan oleh Matthias Jabs yang akhirnya menjadi gitaris
permanen Scorpions sampai saat ini.
Setelah keluar dari Scorpions, ia sempat diangkat sebagai gitaris
pengganti sementara Joe Perry di Aerosmith. Setelah itu Michael
memutuskan untuk bersolo karir dengan membentuk Michael Schenker Group
atau biasa disebut MSG.
Di band ini Michael bertindak sebagai konseptor dan gitaris.
Sedangkan untuk vocal diisi oleh Robin McAuley. Album-album yang dirilis
adalah Michael Schenker Group (1980), MSG (1981), Assault Attack and
One Night at Budokan (1982). Album-album tersebut cukup berkarakter
hingga membuat Ozzy Osbourne sempat menawarinya menjadi gitaris Ozzy
setelah kematian Randy Rhoads.
Tahun awal-awal 90an, Michael juga sempat bergabung dengan Ratt untuk
bermain unplugged MTV. Selain itu ia pernah tampil dalam kolaborasi
Contraband bersama personel-personel dari band-band rock saat itu
seperti Shark Island, Vixen, Ratt, dan L.A. Guns). Kemudian ia merilis
album Thank You (1993), dan Unforgiven (1999). Tahun 1995, Michael
kembali bergabung dengan UFO, dan merilis album Walk On Water dan
kemudian tahun 2002 merilis album Sharks.
Dengan suara gitar yang khas dan riff-riff gitar yang catchy sebagai
kontribusinya pada Queen, Brian May menjadi salah satu dari sekian
musisi yang berbakat dan memberikan pengaruh pada tahun 70-an.
10. Bryan May
Ia adalah anak seorang tukang servis elektronik dan musisi. Ia
ternyata ikut mewarisi bakat ayahnya dalam bidang menyolder dan musik.
Namun ia sanggup menyeimbangkan ketertarikannya akan teknologi dan
musisi dan kemudian melanjutkannya untuk meraih gelar di bidang Fisika.
Di saat senggangnya ia menyempatkan diri membuat gitar dibantu oleh
ayahnya. Gitar buatannya ini yang kemudian menjadi trade-mark Brian May
di setiap penampilannya.
Saat masih sekolah ia membentuk band pertamanya, 1984, yang merupakan
sebuah band instrumental. Band mereka manggung di sekitar kota London
dan membuka pertunjukan artis/band legendaris seperti Traffic, Jimmi
Hendrix, Pink Floyd dan Tyrannosaurus Rex (nantinya dikenal sebagai
T-Rex). Pada tahun 1968, ia meninggalkan bandnya untuk memfokuskan diri
pada studinya di Imperial College.
Saat kuliah, May sering nongkrong bareng Roger Taylor dan kemudian
membentuk band hard rock trio bernama Smile. Ia malah juga meneruskan
pendidikannya setingkat S2 pada jurusan matematika dan ilmu pengetahuan,
tapi kemudian malah memutuskan untuk lebih fokus pada musik secara
penuh.
Band Smile menandatangani kontrak dengan Mercury Records dan merilis
satu single yang tidak meraih sukses. Kemudian mereka menambahkan Freddy
Mercury pada posisi vokal dan merubah nama band mereka menjadi Queen.
Setelah bekerja dengan beberapa bassist, akhirnya mereka menemukan
dan merekrut John Deacon pada tahun 1971. Queen kemudian menandatangani
kontrak dengan EMI dan merilis debut albumnya (Queen) pada tahun 1973
dengan kekuatan utama album mereka: kombinasi vokal opera Freddie
Mercury dan riff-riff keren Brian May.
Brian May bersama Queen terus berekperimen dengan mengembangkan sound
mereka. Albun A Night at the Opera dirilis tahun 1975 dan menelurkan
lagu hit “Bohemian Rhapsody”, yang memperdengarkan kemampuan musikal dan
kehebatan mereka sebagai pengarang lagu.
Kedua album mereka selanjutnya A Day at the Races pada tahun 1976 dan
News of the World pada tahun 1977 juga meraih sukses besar di radio
maupun di toko musik dengan hit-hit mereka seperti “We Will Rock You”
dan bahkan “We Are The Champion” dari album News of the World malah
digunakan menjadi lagu kemenangan di lomba olahraga di seluruh dunia
sampai sekarang.
Yang menarik adalah, salah satu lagu dari album News, “It’s Late”
adalah lagu dimana Brian May menggunakan two-handed tapping dan
hammer-on saat solo gitar dan setahun kemudian baru Eddie Van Halen
terkenal dengan two-handed tapping gayanya sendiri. May menyebutkan
bahwa tehnik tapping yang ia gunakan diconteknya dari seorang gitaris
band club di daerah Texas. Menurut gitaris band tersebut malah Billy
Gibbons (ZZ Top) yang pertama kali menggunakannya dan ia hanya
menconteknya.
Setelah Freddie Mercury wafat di tahun 1991, Queen secara resmi
bubar. Hanya pada event-event khusus seperti “Concert for Life tribute
to Mercury” di tahun 1992 (menggalang dana untuk Mercury Phoenix Trust,
dibentuk untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya AIDS).
Brian May kemudian lebih fokus bersolo karir, merilis Back to the
Light pada tahun 1993. Setahun kemudian ia merilis Live at Brixton
Academy, yang isinya adalah gabungan dari lagu-lagu solo karirnya dan
dari koleksi lagu Queen. Pada tahun 1998 ia merilis album berjudul
Another World dimana Jeff Beck ikut mengisi gitar pada lagu .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar